Sayang Karena Allah

Posted on Maret 6, 2011

2


Bismillah

Aku bertanya kepada Emak,

“Mak, mana yang menjadi pilihan hati, orang yang menyayangi kita atau yang kita sayang?”

Mak jawab,

“Dua-duanya bukan.”

Aku tercengang. Mak mengukir senyuman.
Pilihan hati Mak adalah yang menyayangi kita karena Allah. Aku menarik nafas dalam-dalam.

“Bagaimana tahu orang itu sayang kita karena apa?”

Mak diam sekejab berfikir dan kemudian tersenyum. Rasanya Mak dapat menebak apa yang sedang bermain dalam hati anak perempuannya. Mana mungkin aku mampu menyembunyikan rahasia hati dari mak sedangkan sekilas saja Mak mampu membacanya.

“Yang paling tahu hanya Allah.”

Mak merenungi dalam-dalam wajah anaknya.

“Karena hanya Allah yang mampu membaca hati hamba-Nya.”

Mak menyusun kata-katanya.

“Dan keikhlasan karena Allah itu akan tampak keberkatannya tanpa perlu sengaja ditonjolkan oleh seseorang itu.”

Aku berkata,

“Tak faham.”

Mak menyambung.

“Cinta di jalan Allah. Bertemu karena sama-sama mencari ridha Allah.”

Mak menyambung lagi,

“Begini, setiap insan yang bergelar manusia telah Allah ciptakan berpasang-pasangan. Rasa ingin dikasihi antara seorang suami dan istri suatu fitrah. Otomatis bisa ada daya tarik magnet itu.”

Wajahku merah, sedikit cemas jika Mak dapat membaca gelora jiwa muda ini. Mak menyambung,

“Setiap manusia telah Allah tetapkan Rezeki, jodoh dan maut sejak azali. Persoalannya. Siapakah jodohnya itu?”

Mak berhenti seketika. Aku tertunduk malu, coba menyembunyikan rasa panas di pipi. Emak pura-pura tak melihat.

“Nak, mak dulu masa remaja ada pangeran pribadi, dia sangat rajin kirim surat. Kala itu Mak sudah tahu bahwa berpacaran dilarang dalam islam. Dan waktu itu Mak bertekad tak mau melayani sebab Mak takut arwah kakekmu kena siksa dalam kubur. Mak sadar Mak anak yatim, anak orang miskin, punya adik banyak. Mak ingin belajar sungguh-sungguh. Lama kawan itu menunggu Mak.”

Akhirnya Mak beri keputusan,

“Mak hanya akan membalas cinta dia jika dia telah sah menjadi suami Mak, dan dia memang bukan jodoh Mak, maka dia tak pernah menerima balasan cinta itu.”

Mak merenung jauh. Aku merapatkan badan kepada Emak, Semakin tertarik dengan kisah lama Mak.

“Mak memang tak ada perasaan pada dia kah?”

Aku bertanya sambil memandang tajam wajah Mak. Emak tertawa kecil,

“Walaupun mungkin ada, Mak tak pernah beri peluang pada diri Mak untuk menyatakan perasaan itu. Mak takut pada Allah. Mak bukan seperti teman-teman sebaya Mak. tapi Mak, Sepertimu.”

Mak memandangku sambil memegang pipi dan daguku, Kemudian tangannya mengusap rambut di kepalaku.

Nak, jatuh cinta perkara biasa. Apabila kita jatuh cinta pada seseorang, itu tandanya ada sesuatu keistimewaan pada seseorang itu. Apalagi orang yang kita jatuh cinta itu berada diatas jalan dakwah. tetapi kita harus ingat, kita tidak akan menikah dengan seseorang karena jatuh cinta atau saling mencintai, berpacaran jadinya mungkin yang tak halal itu, tetapi bukan menikah. Karena kita akan menikah dengan jodoh kita, jodoh yang Allah sudah tetapkan sejak azali. Dan tak mustahil orang yang paling kita benci itulah jodoh kita, dan yang akan menikah dengan kita.”

Tiba-tiba air mataku mengalir. Argh! Egoku kalah bila mendengar hujjah Emak.

Emak meneruskan,

“Allah itu Maha Adil. Dia tidak pernah mendzalimi hamba-Nya. Sesungguhnya, yang selalu mendzalimi hambaNya adalah diri hamba itu sendiri.

Dalam Islam, kita diajari untuk saling mencintai sesama seperti mencintai diri sendiri, jadi apabila kita mencintai saudara sama-sama perempuan, kita bebas memeluk dia. Tetapi bila dengan lelaki, kita ada batas-batasnya.
Orang kafir bilang batas-batas ini suatu diskriminasi, tetapi sebenarnya batas-batas syariat itulah yang memelihara kehormatan seorang lelaki dan seorang perempuan.

Coba kamu renungkan, kita mengenal seorang insan yang amat baik, sempurna agamanya, dan rajin. Lalu kita jatuh hati padanya. Dia ditakdirkan jodohnya dengan orang lain, dan kitapun dengan orang lain. Tetapi itu tidak bermakna ukhuwah antara kita dan dia terputus. Kita dan dia sama-sama mencari ridha Allah, Kita dan dia masih bisa bekerjasama untuk mencari ridha Allah. Perbedaannya, di halal untuk istrinya sedangkan untuk kita, dia tetap lelaki ajnabi seperti sedia kala.”

Emak berhenti sejenak.

“.. Jadi disini, Mak ingin kamu faham, jatuh cinta bukan perkara luar biasa. Dan menikahpun bukan suatu jaminan untuk tak jatuh cinta pada lelaki lain. Karena itulah banyak istri yang curang, suami yang curang, ada orang yang tukar pasangan seperti tukar baju.
Yang terpenting ialah, kita terapkan dalam diri kita supaya setiap kali kita jatuh cinta, jatuh cinta itu karena kita jatuh cinta kepada pencipta dia. Kita camkan pada diri kita bahwa kita mencintai Allah, dan karena Allah kita mencintai dia.
Letakkan Allah sebagai batasan hati kita, segala perkara yang kita cintai dan sayangi termasuk Mak dan Abah adalah karena mencintai Allah..
Dan apabila kita membenci seseorang atau sesuatu, camkam pada diri sendiri kalau kita membenci karena Allah semata”.

“Hati kita walaupun dalam dada kita sendiri, ia tetap bukan milik kita. Kita tak mampu untuk mengawalnya, hanya Allah yang bisa memegangnya.
Oleh karena itu, kita perlu dekatkan diri pada Allah, agar Dia jaga dan pelihara hati kita, menjaga dan selalu terpatri di dalam hati. Itulah nikmat lezatnya cinta. Walaupun suatu saat dunia menyakiti kita, kita tak merasakan sakit karena kita asyik dengan nikmat cinta kepada Allah.
Betapa nikmatnya cinta Alllah, hanya mereka yan pernah merasakan saja yang mampu mengerti.”

“Walau siapapun jodoh yang Allah hantarkan untuk kamu, terimalah dengan hati yang ridha, karena bukan mustahil dia adalah orang yang kau benci.
Kalau mendapatkan yang kamu sayang, makatak jadi soal. Tapi kalau dapat yang tidak kamu inginkan, lantaran kelemahan yang ada pada dia, Ingatlah bahwa dalam diri seiap insan telah Allah ciptakan dengan kelebihan masing-masing.
Dan mungkin ada kekuatan pada diri kamu untuk dapat merubah pasangan hidupmu supaya hidup dia bermakna, dan mungkin kamu saja yang mampu mengangkat kelebihan yang ada pada dia.
Mungkin juga, pasangan hidupmu memiliki sesuatu kelebihan yang sangat kamu perlukan yang seluruh dunia tidak mampu berikan kepadamu. Alangkah beruntungnya kalau kamu mengerti setiap pemberian Allah an belajar untuk bersyukur.”

Sekali lagi, bercucuran air mataku, terasa lemah lutut hendak berdiri.
Emak menarik tubuhku dan memeluk erat, pelukan emak sangaaaaaat kuat.

“Emak sudah didik anak Emak sejak dari rahim untuk mencintai Allah. Sekarang Emak serahkan anak Emak yang sangat Mak sayang ini pada Allah untuk Dia pelihara.”

Emak mengakhiri kata-katanya dengan suara serak dan air mata yang mengalir membasahi bahuku.

Robbana hablanaa min azwaajiina wa dzurriyyatina qurrata a’yun. Amiin.

Alhamdulillah.

Catatan Oleh: Dwi El-Qatrunnada